Peradaban Mesir Kuno

Pengertian Arthaśāstra dan Kesimpulan Sejarah

Belakangan ini, agama cenderung dijadikan alat tipu muslihat para politisi untuk meraih kemenangan politik guna menguasai pimpinan eksekutif dan meraih dukungan publik. Perkembangan penggunaan agama dalam kancah politik tidak lepas dari situasi kehidupan sosial dan memanfaatkan reaksi kaum lemah yang menderita, (Sudirga dan Yoga Segara, 2014:60-66).

Mereka menjadikan agama sebagai sarana perjuangan alternatif dan menuntut peningkatan pertahanan mereka karena pergolakan politik yang tidak pasti, pembubaran korupsi dan krisis ekonomi suatu pemerintahan. Tidak ada jaminan ketertiban sosial dan membubarkan praktik politik praktis yang impulsif, yang sering menyimpang dari ketentuan konstitusi oleh para birokrat yang berkuasa. Rakyat jelata muak karena termakan slogan parpol yang mempermainkan politisi dan menempatkan posisi agama sebagai penyalur aspirasi.

Sejauh mana umat Hindu mampu menghadapi tantangan besar berikutnya dan mampu berperan dalam pembangunan bangsa bergantung pada pemaknaan dan revitalisasi dharma dalam kehidupan. Dharma harus selalu diikuti untuk mendekati objek hidup seperti yang ditunjukkan oleh orang bijak.

Orang yang mengikuti jalan dharma akan diberkahi kemakmuran dan juga diberkahi generasi (generasi) yang bajik. Kemenangan dan kebahagiaan sejati dalam hidup adalah hasil dari mempraktikkan dharma. Kemenangan seperti itu tidak datang dari kesenangan bonus new member yang datang dari kesenangan sementara. Kerja keras yang diabdikan untuk menegakkan dharma akan menghasilkan kepuasan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Rahasia kebahagiaan bukanlah melakukan apa yang disukai, tetapi menyukai apa yang perlu dilakukan.

Moralitas Kepemimpinan Dharma

Dharma dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip etika dan moralitas. Menjadi pemimpin pemerintahan yang baik adalah membawa karakter bangsa yang membawa karakter individu (pribadi). Dengan menyembunyikan kepentingan pribadi, menghilangkan semua pemikiran untuk memiliki “milikku” dan “milikmu”, seorang pemimpin sejati berdasarkan dharma selalu mengabdikan dirinya untuk kesejahteraan dan mengangkat reputasi negaranya.

Dalam kehidupan politik yang berlandaskan dharma pantang menggunakan cara-cara kekerasan (ahimsa). Menyelesaikan masalah dengan kekerasan hanya akan menambah kekerasan baru. Kekerasan tidak membangkitkan lawan politik, tetapi justru melahirkan kebencian dan dendam. Sebaliknya, dengan kesadaran tanpa kekerasan, setiap orang dapat mengembangkan cinta kasih dan kemampuan untuk dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk sosial yang menghargai heterogenitas, inklusivitas, saling tukar, toleransi dan kebersamaan.

Terakhir, dharma harus menjamin tegaknya moralitas, mengembangkan rtp live keimanan dan kejujuran, rasa tanggung jawab dan budi pekerti, kesadaran kebangsaan dan cinta tanah air, rasa tanggung jawab sosial, kerja keras, ketaatan pada hukum, penghormatan terhadap semua agama, dan rasa tidak terpisahkan dari Hyang. Widhi. Makna kemenangan dharma yang bersumber dari adharma tidak hanya berhenti pada pelaksanaan ritual, tetapi diarahkan pada spiritualitas. Jangan menjadi bagian dari bangsa ini, umat Hindu yang beragama Hindu, dengan upacara keagamaan yang semarak setiap hari, tetapi sekaligus dianggap telah melakukan hal-hal yang tercela, seperti korupsi sehingga negara ini selalu berada di atas negara paling korup yang diciptakan oleh institusi. -badan penilai internasional, (Sudirga dan Yoga Segara, 2014:60-67).

Arti dari Arthaśāstra

Jenis Upaveda yang paling penting termasuk dalam Arthaśāstra. Arthaśāstra adalah ilmu politik atau ilmu pemerintahan. Landasan ajaran Arthaśāstra terkandung di hampir semua literatur dan Weda. Rgveda dan Yajurveda juga mengandung kesimpulan utama mengenai Arthaśāstra. Penjelasan lebih rinci dapat ditemukan di Itihasa dan Purana.

Dapat dikatakan kitab Mahābhārata dan Rāmāyana memuat ajaran utama Arthaśāstra dengan nama Rājadharma. Mulai abad ke-6 SM, bentuk naskah Arthaśāstra menjadi jelas dan sempurna setelah Dharmaśāstra meletakkan pandangan-pandangan utama pada Arthaśāstra. Pada abad IV SM, Kautilya menulis buku pertamanya dengan nama Arthaśāstra. Kitab Arthaśāstra ini dianggap yang terbaik sehingga slot gacor gampang menang kita dapat menjelaskan bahwa Kautilya atau Canakya atau Viṣṇugupta dapat dianggap sebagai bapak ilmu politik Hindu.

Relevansi mengisi Arthaśāstra yang tetap relevan dengan pemikiran politik modern di Barat, tertuang dalam ungkapan buku Arthaśāstra. Oleh karena itu, untuk memperdalam ilmu politik Hindu, dianjurkan selain membaca Itihasa dan Purana, membaca Dharmaśāstra dan Arthaśāstra karya Canakya. Dari berbagai tulisan dapat ditafsirkan bahwa makna Arthaśāstra bukanlah satu-satunya makna yang dikenal dalam kesusastraan Weda. Ada juga banyak penulis di bidang slot terbaru Arthaśāstra. Nama-nama yang banyak disebut antara lain: Manu, Yajñavalkya, Usaṇa, Bṛhaspati, Visalaksa, Bharadvāja, Parasara dan terakhir yang paling banyak disebutkan adalah Kautilya sendiri.
Dalam Arthaśāstra terdapat empat aliran utama. Perbedaan slot dana terbaik ini tampaknya bersumber dari sistem penerapan ilmu politik berdasarkan pengetahuan yang diterima sebagai sistem untuk mencapai tujuan hidup manusia (Purusārtha). Bhagavad Sūkra yang slot gacor menulis Arthaśāstra dengan nama Śukrānitiśāstra. Buku ini berisi ajaran teori ilmu politik yang ditulis dalam ± 2200 ayat. Selain itu, Kamāṇdaka juga menulis Nitiśāstra yang semuanya memberikan pandangan luas tentang ilmu politik.